Pro dan Kontra Virtual Reality yang Wajib Diketahui

Setiap kehadiran teknologi pasti menimbulkan rasa takjub sekaligus sangsi. Pro dan kontra Virtual Reality tidak luput dari dua kutub yang saling berseberangan tersebut.

Topik tersebut mengemuka saat peluncuran Vision Pro dari Apple. Vision Pro merupakan headset VR yang dirancang untuk meleburkan dunia nyata dan virtual. Gawai ini telah mengembalikan VR ke pusat perhatian – sebegitu besarnya hingga terdapat beberapa badut yang menggunakan Vision Pro saat berkendara. Namun, hal ini tidaklah aman.

Secara umum, VR diterima sebagai anugrah yang campur aduk. Teknologi ini mengandung potensi untuk memperluas akses ke lebih banyak jasa dan ruang untuk mereka yang pada umumnya tidak mempunyainya. Akan tetapi, fitur antarmuka VR memunculkan perhatian tersendiri mengenai keamanan, kesehatan, dan lingkungan.

Pro dan Kontra Virtual Reality

Pro: meningkatkan paparan terhadap ruang hijau

Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa akses manusia terhadap alam dan ruang hijau dapat memberi dampak positif terhadap kesehatan. Saat ini VR sedang dipelajari sebagai cara untuk membawa alam ke manusia yang pada umumnya tidak mempunyai akses yang gampang ke alam.

“Riset menunjukkan adanya perbaikan kesehatan yang terkait dengan hadirnya alam dalam VR meski keunggulan ini lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang langsung terpapar ke alam,” ungkap Scientific American. Manfaat ini terutama berguna bagi mereka yang terpaksa tidak mempunyai cukup waktu berada di luar ruangan. Sementara akses langsung ke alam tidak tergantikan, teknologi virtual dapat memastikan mereka yang tinggal di kota dengan sedikit ruang hijau memperoleh manfaat kesehatan yang ditawarkan oleh alam.

Kontra: menyebabkan rasa tidak nyaman jika terlalu lama digunakan

Adapun poin kontra dalam pro dan kontra Virtual Reality berkaitan dengan efek samping, khususnya apa yang disebut sebagai penyakit dunia maya. Kondisi ini mirip dengan keluhan terkait gerakan dan dapat memunculkan “cara baru yang menyebabkan ketidaknyamanan, seperti disorientasi, kepala pusing, mual, dan meningkatnya kelelahan pada otot,” tulis The Conversation.

Efek samping tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk “seberapa rumit ide konten atau bagaimana VR mereproduksi pergerakan pengguna.” Hal tersebut juga berarti “lebih banyak terkait dengan pemakainya, seperti umur atau berapa lama mereka terbenam dalam simulasi VR.” Data menunjukkan bahwa 80% pemakai VR merasakan beberapa efek samping dan lebih banyak riset yang dibutuhkan untuk menentukan apakah contoh tersebut menghadirkan efek lebih panjang atau tidak.

Pro: Meningkatkan akses ke layanan kesehatan

Virtual Reality bisa merevolusioner layanan kesehatan dari jarak jauh yang mencakup janji temu untuk keluhan ringan dan terapi. “Untuk dokter keluarga pada umumnya, keluhan ringan dan pengecekan berkala kemungkinan menjadi pekerjaan dominan dan seperti inilah janji temu yang bisa dilakukan secara efektif cukup dari jarak jauh. Teknologi VR bisa pula menyediakan data kesehatan seperti detak jantung, olahraga fisik, dan data tidur, bagi petugas medis. Mereka yang tinggal di daerah pedesaan tanpa akses gampang ke layanan kesehatan bisa mengunjungi rumah sakit metaverse, yang “disesuaikan dengan perawatan terhadap kesehatan jiwa dan kemungkinan fisioterapi.”

Kontra: Menimbulkan keresahan terkait privasi

VR berpotensi memunculkan lahan baru bagi peretas untuk beraksi. Riset dari Universitas California, Riverside, menunjukkan bahwa “spyware bisa melihat dan merekam setiap gerakan kita lalu menggunakan kecerdasan buatan untuk menerjemahkan gerakan tersebut menjadi kata dengan ketepatan mencapai 90% atau bahkan lebih.”

Aplikasi pada headset VR bisa berpotensi memonitor gerakan sehingga menentukan kata kunci atau informasi rahasia lainnya. “Pada dasarnya, kami mengatakan bahwa jika Anda menjalankan banyak aplikasi dan salah satunya jahat maka ia bisa memata-matai aplikasi lainnya,” kata Nael Abu-Ghazaleh, pemimpin riset ini. “Ia bisa memata-matai lingkungan di sekitar Anda. Bahkan ia bisa memaparkan interaksi Anda dengan headset ke peretas.”

Pro: mengurangi efek psikologis sakit fisik

Sebuah studi dari Universitas Belfast Queen telah menemukan bahwa “campur tangan VR merupakan perlakuan bisa diterima yang bisa meningkatkan efek fisik dan psikis terhadap penyakit fisik.” Teknologi ini mempunyai kemampuan untuk membantu orang “terhubung ke dunia digital di luar badan fisik mereka.” Hal tersebut bisa dilakukan melalui intervensi VR yang dirancang untuk “membuat pengguna dapat santai sebelum menerima tindakan medis melalui kombinasi alam dan meditasi berkesadaran.” Melalui cara ini pasien akan secara lebih baik merangkul rasa cemas dan sakit yang muncul akibat sakit fisik, seperti kanker.

Kontra: memunculkan perhatian mengenai keberlanjutan

Perluasan VR bisa menjadi “internet pada steroid”, kata Todd Richmond, direktur pada Tech + Narrative Lab sekaligus profesor pada Sekolah Sarjana Pardee RAND. Meski teknologi ini terbilang baru, tujuan akhirnya sendiri adalah menciptakan metaverse atau VR mahal. Agar terwujud, lebih banyak teknologi akan dibutuhkan. Potensi penggunaan cryptocurrency, yang dikenal menarik pajak untuk lingkungannya, kemungkinan dibutuhkan. Selain itu, ada “perhatian berlebih mengenai dampak lingkungan yang terkait dengan meningkatnya permintaan terhadap hardware,” sebab “pengguna akan membutuhkan perlengkapan khusus, seperti headset, dan penyedia cloud computing akan wajib menyediakan kapasitas lebih untuk menangani naiknya permintaan terhadap daya komputasi.”

Itulah pro dan kontra Virtual Reality yang wajib diketahui sebelum Anda menggunakannya untuk kebutuhan pribadi maupun bisnis. Semoga menambah wawasan Anda mengenai Virtual Reality dan teknologi imersif pada umumnya.

Comments

Popular posts from this blog

Mengintip Cara Kerja AR, Jenis-jenis dan Contohnya

4 Manfaat Augmented Reality dalam Arsitektur dan Konstruksi Bangunan

Augmented Reality Trend, Siap Mendorong Inovasi di Tahun 2022